Pernahkah kamu bermain video game dan berpikir, “Wah, ini pasti bagus banget kalo difilmkan!” Pemikiranmu bukanlah hal yang aneh. Video game dan sinema mempunyai banyak kesamaan dan banyak pula persinggungannya. Sejak tahun 1980-an, video game telah diadaptasi menjadi film dan serial TV. Namun, sepertinya kebanyakan hasilnya belum memuaskan.
Daftar Isi:
ToggleBeberapa Faktor yang Harus Dilihat Dalam Adaptasi Video Game
Ketika kita berbicara tentang adaptasi video game, ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan. Pertama, kreativitas. Kedua, akurasi. Ketiga, keberhasilan secara finansial. Dan yang terakhir, apakah kita bisa menikmatinya atau tidak. Mari kita tilik satu persatu.
Kreativitas: Beberapa adaptasi video game mencoba membuat sesuatu yang baru dan berbeda. Namun, seringkali hal ini berujung pada kegagalan. Film “Super Mario Bros.” (1993) adalah contoh yang baik. Mereka mencoba membuat dunia Mario yang berbeda, tapi hasilnya sangat jauh dari harapan. Entah karena terdeviasi terlalu jauh dari sumber aslinya, atau memang hanya ingin terlihat berbeda tanpa esensi sinematik yang bagus.
Akurasi: Ini mungkin hal yang paling penting bagi para penggemar video game. Mereka ingin melihat dunia yang mereka kenal dan cintai dalam bentuk film atau serial TV. Namun, banyak adaptasi yang melakukan kesalahan besar dalam hal ini. Misalnya, film “Assassin’s Creed” (2016) yang mengubah konsep awal dari game-nya. Lagi-lagi, film yang dibintangi oleh Michael Fassbender tersebut mempunyai banyak kelemahan terutama dari sisi cerita dan world-building, sehingga perubahan yang diambil pun terasa sangat memaksa dan tidak maksimal.
Keberhasilan Finansial: Ada banyak adaptasi video game yang membuat banyak uang, tapi mereka belum memuaskan bagi para penonton. Misalnya, “Tomb Raider” (2018) yang notabenenya sukses serta meraup banyak keuntungan namun tidak memuaskan bagi para penonton ataupun kritikus.
Menikmati atau tidak: Ini mungkin hal terpenting. Apakah kita bisa menikmati film atau serial TV yang diadaptasi dari video game kesukaan kita? Seringkali jawabannya adalah tidak. Misalnya, film “Warcraft” (2016) yang sangat sulit dinikmati bagi orang yang tidak familiar dengan game-nya. Bahkan walaupun film tersebut dinahkodai oleh director kelas A Hollywood, Duncan Jones.
Jadi, mengapa kita harap-harap cemas ketika mendengar kabar ada adaptasi video game baru? Karena sejarah menunjukkan bahwa hasilnya seringkali tidak memuaskan. Meski tidak selalu demikian, ada beberapa adaptasi video game yang cukup baik, misalnya “Detective Pikachu” (2019).
Mengapa Adaptasi Video Game Sangat Sulit dan Hampir Selalu Gagal?
Game memiliki mekanisme yang berbeda dari film atau serial TV. Game membutuhkan interaksi dari pemain untuk memainkan dan menyelesaikan cerita. Perbedaan medium membuat semua hal yang terdapat di video game yang bersifat unik, tidak bisa ditranslasikan dengan baik oleh para pelaku industri film.
Adaptasi game juga seringkali dibuat hanya untuk memanfaatkan popularitas game tersebut dan memuaskan segelintir fans, bukan untuk membuat produksi yang berkualitas yang bisa dinikmati oleh khalayak ramai.
Ditambah juga banyak sutradara ataupun penulis naskah yang bukan seorang gamer, sehingga ketika mereka mencoba untuk mengadaptasi suatu game ke layar lebar, mereka tidak bisa membawa hal-hal unik yang ada di dalam game ke filmnya. Sehingga seringkali adaptasi game terasa hambar dan soulless, hanya sebatas mesin pencetak uang.
Secercah Harapan Bernama The Last of Us
“The Last of Us”, game survival horror yang dikembangkan oleh Naughty Dog dan dirilis pada tahun 2013, kini telah diadaptasi menjadi serial TV. Serial ini ditayangkan di HBO dan dibintangi oleh Pedro Pascal serta Bella Ramsey.
Banyak yang bilang serial ini akhirnya berhasil memutuskan kutukan panjang adaptasi video game yang hampir selalu gagal. Penulis naskah kawakan di balik serial “Chernobyl” (2019), Craig Mazin berhasil membuat sebuah serial yang bukan hanya solid pada bagian casting dan cerita, namun juga sukses membawa kementahan, kengerian, kesedihan dan keindahan The Last of Us ke layar perak. Akhirnya!
Akting dari pemeran utama, Pedro Pascal dan Bella Ramsey, juga sangat memuaskan. Mereka mampu membawa karakter yang mereka perankan dengan baik dan membuat penonton merasa terlibat dalam cerita.
Konsep jamur Cordyceps yang berevolusi untuk dapat menginfeksi manusia dibawakan dengan sangat menyeramkan dan believable. Penggambaran dunia 20 tahun pasca penyebaran infeksi Cordyceps juga sangat menawan. Every frame is a painting! Secara keseluruhan, “The Last of Us” TV series adalah tontonan yang sangat layak dicoba bagi penggemar game asli dan penonton yang mencari sesuatu yang memukau dari segi manapun.
The Last of Us menjadi semacam api dalam kegelapan, di mana akhirnya optimisme kembali muncul untuk membuat adaptasi video game yang bukan hanya setia pada source materialnya, namun bisa mengangkat kualitasnya dengan produksi yang mantap dan berkualitas.
Discussion about this post