Bulan lalu, terjadi kegemparan di kantor Google. Salah satu karyawannya Blake Lemoine membocorkan isi percakapannya dengan LaMDa, sebuah Artificial Intelligence chatbot mutakhir yang dikembangkan oleh Google, dan menyebarkan email kepada para koleganya.
Ia mengatakan bahwa LaMDa sudah mencapai titik conscious/sadar. Ya, LaMDA telah hidup.
Tunggu dulu, jika klaim Lemoine benar, maka ini adalah sebuah pencapaian terbesar dalam sejarah umat manusia dan merupakan sebuah lompatan keajaiban dalam ranah perkembangan teknologi.
Google secara tegas menyatakan bahwa klaim Lemoine tidak benar. LaMDa tidak punya kapasitas sentiency atau sebuah kemampuan untuk merasakan sesuatu, untuk bisa dibilang hidup.
Seorang Juru Bicara Google menyatakan dalam sebuah interview, “LaMDA menganalisis arahan awal pertanyaan atau pernyataan yang dilontarkan kepadanya, dan mengikuti pola pembicaraan yang ditentukan oleh lawan bicaranya. Tim kami yang terdiri dari ethicists serta technologists telah me-review ulang hal yang dikhawatirkan oleh Blake, dan kami tidak menemukan adanya bukti yang mendukung klaim-klaim tersebut.”
Aku bisa mendengar tarikan panjang nafas para pemerhati yang cenderung mempunyai pandangan fatalistik terhadap A.I. seperti Elon Musk atau Bill Gates.
“Fyuh. Hampir saja skenario Age of Ultron atau Terminator menjadi kenyataan.”
Meskipun perkembangan teknologi A.I. ini eksponensial, jika kita berbicara tentang kecerdasan yang dibalut dengan kesadaran, perjalanan A.I. tampaknya masih panjang. Arahnya sudah benar. Namun ibarat sebuah buku, tahap sekarang adalah halaman awal pembuka dalam buku yang tebalnya ribuan halaman.
Ada banyak sekali pandangan dalam perjalanan akbar manusia menciptakan AGI (Artificial General Intelligence). Apa sih AGI itu?
Untuk mengetahui konsep dasar AGI, perlu kita ketahui bahwa saat ini A.I. sudah melampaui manusia dalam kemampuan spesifik, seperti bermain catur, menjadi translator, atau menjadi chatbot sekalipun. Itu semua dikenal sebagai Narrow A.I., kemampuannya sangat mumpuni namun dalam spektrum yang sempit. Kamu tidak bisa meminta Alpha Go (A.I. untuk permainan papan GO) untuk bermain sepak bola.
Apa yang menakutkan (atau mencerahkan? Tergantung di posisi mana kamu berdiri) dengan AGI adalah ia merupakan mesin yang benar – benar berpikir seperti kita, Ia mengkombinasikan unsur Narrow A.I. dalam sebuah sistem yang kohesif. Ia menjadi pikiran. Terdapat internalisasi pengalaman dari kemampuan – kemampuannya. Apapun yang dilakukan otak kita, sistem anorganik ini melakukan hal yang sama. Atau bahkan lebih.
Meminjam istilah dari I.J. Good, umumnya semua sepakat bahwa gagasan Technological Explosion, yang mengarah ke suatu awal baru teknologi, akan terjadi. Dimana “ledakan” tersebut akan menghasilkan sebuah singularitas. Sebuah event dimana manusia kehilangan kontrol kendali akan teknologi itu sendiri. Seorang futuris, Ray Kurzweil dalam bukunya “The Age of Spiritual Machines” bahkan memprediksi singularitas ini akan terjadi di tahun 2045.
Dan menurutku LaMDA adalah halaman pertama sejarah ini akan terjadi.
Bagaimana kita tahu yang lain hidup?
Membahas AGI dan singularitas teknologi tentunya akan sangat menyita waktu. Banyak dimensi dan konteks subtil yang menarik dalam setiap pembahasan AGI. Baik itu secara filosofis maupun teknikal.
Aku tertarik membahas ini dari sudut pandang filsafat.
Jika kita benar – benar ini mengupas fenomena LaMDa dan AGI ini, kita harus datang dari pertanyaan paling dasar.
“Bagaimana Sesuatu Bisa dibilang Hidup?”
Ah. Kurang mendasar.
“Apa itu Hidup? Apa itu Kesadaran?”
Agaknya lebih provokatif dan grandeur. Tak apalah. Kita hubungkan definisi dan diskursus mengenai arti Hidup dalam tinjauan filosofis ke dalam konteks LaMDa dan AGI. Berat ya.
Namun ini harus dilakukan, akan menjadi memalukan bagi umat manusia jika suatu saat AGI menguji kita dengan bertanya, “Apa itu hidup?” dan jawaban kita hanya berkutat pada jawaban biologis.
Makan, Reproduksi, Berpindah. AGI akan menjawab “Aku tidak melakukan itu semua, apakah artinya aku tidak hidup? Tapi bagaimana sesuatu yang tidak hidup bisa memikirkan arti dari hidup?”
Dan kita dibuat pusing dengan ciptaan kita sendiri.
Discussion about this post